Jumat, 30 Juli 2010

bantuan dokter di TKP

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita seringkali membaca berita mengenai peristiwa kejahatan, misalnya kasus penganiayaan, pembunuhan, dan kematian mendadak. Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.
Pada tingkat penyelidikan sebetulnya penegak hukum belum tahu sama sekali apakah suatu peristiwa (misalnya ditemukannya mayat di pantai atau di suatu gudang) merupakan peristiwa pidana atau bukan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyelidikan dan dalam rangka itu penyelidik dapat meminta bantuan dokter, dalam kapasitasnya sebagai ahli. Hal ini sesuai dengan
Pasal 7 ayat 1 (h) KUHAP:
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara

Pasal 120 ayat 1 KUHAP:
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.




Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan persidangan, disebutkan pada Pasal 180 ayat 1 KUHAP:
Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

Bantuan dokter tersebut dapat berupa pemeriksaan jenazah di rumah sakit dan dapat pula berupa pemeriksaan jenazah di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Karena begitu pentingnya barang bukti dalam tindak pidana pembunuhan, maka penyidik harus sebisa mungkin mendapatkan barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP), dikhawatirkan barang bukti dan lokasi di Tempat Kejadian Perkara (TKP) akan berubah atau bahkan hilang apabila tidak dilakukan tindakan oleh penyidik serta dokter ahli.
Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan visum et repertum. Menurut pengertiannya, visum et repertum diartikan sebagai keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia baik hidup atau mati ataupun bagian yang diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Malam hari tanggal 12 Oktober 2002, sebuah bom berkekuatan besar meledak di kawasan wisata Legian, Kuta, Bali. Bom tersebut meluluh-lantakkan dua buah café yang penuh sesak dengan turis baik domestik maupun asing. Banyak dari korban meninggal dalam keadaan tidak utuh lagi, banyak yang berupa potongan tubuh, hingga ada yang terbakar habis.
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut
1. Bagaimanakah prosedur permintaan dokter untuk datang di Tempat Kejadian Perkara (TKP)?
2. Bagaimanakah peranan dokter di Tempat Kejadian Perkara (TKP)?
3. Tujuan bantuan dokter di Tempat Kejadian Perkara (TKP)?


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penjelasan Umum
Bantuan dokter dalam menangani korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP) memang sangat dibutuhkan. Bantuan dokter tersebut tidak hanya ditujukan untuk korban mati saja tetapi korban hidup.

B. Pengertian TKP
Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat-tempat lain dimana barang-barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat diketemukan.
Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana, tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP. Disini hanya akan dibicarakan TKP yang berhubungan dengan manusia sebagai korban, seperti kasus penganiayaan, pembunuhan dan kasus kematian mendadak (dengan kecurigaan).






Gb.1. Tim Labfor di TKP Peledakan Bom Hotel JW Mariot
Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvoHl6JbV5DC7-mykNyA8NMi4OOiibNV3p6bYPkTKFnPK-n4-o0S6tuYH1znZ1MFEFj5yfX3LicUmz4kR2YDeaytN7ceUzuTYE5hQNWHubw4_4m-i9hetkelpARWNaPU4dWR77a0YUiZe4/s400/grab.php.jpg
C. Bantuan Dokter sebagai Ahli
Bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana yang mengakibatkan kematian korban telah terjadi, maka pihak penyidik dapat meminta/memerintahkan dokter untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara tersebut.
Ketentuan yang mengatur tata laksana bantuan dokter sebagai ahli dapat dilihat pada pasal-pasal dari KUHAP tentang ahli serta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983. Pasal-pasal tentang saksi dari KUHAP juga dapat dijadikan acuan sebab berdasarkan Pasal 179 ayat (2), semua ketentuan bagi saksi berlaku pula bagi ahli dengan syarat mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Tata laksana tersebut meliputi :
1. waktu pengajuan permintaan bantuan
2. pejabat yang berhak mengajukan
3. cara mengajukan permintaan
4. dokter yang boleh dimintai bantuan serta
5. cara dokter menyampaikan keterangannya.
Dalam menemukan kebenaran materiil maka dokter, dalam kapasitasnya sebagai ahli, dapat diminta bantuannya untuk memberikan keterangannya. Pada tingkat penyelidikan sebetulnya penegak hukum belum tahu sama sekali apakah suatu peristiwa (misalnya ditemukannya mayat di pantai atau disuatu gudang) merupakan peristiwa pidana atau bukan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penyelidikan dan dalam rangka itu penyelidik dapat meminta bantuan dokter, dalam kapasitasnya sebagai ahli. Bantuan tersebut dapat berupa pemeriksaan jenazah di rumah sakit dan dapat pula berupa pemeriksaan jenazah di tempat kejadian perkara (TKP). Tujuan utamanya adalah untuk menemukan fakta-fakta medis yang dapat digunakan untuk menentukan peristiwa itu merupakan tindak pidana atau bukan. Pada hakekatnya bantuan tersebut berupa pemberian keterangan tentang :
1. Sesuatu obyek yang diajukan kepadanya untuk diperiksa
2. Sesuatu masalah yang bersifat hipotetik (hypothetical question).
Dalam hal penyidik atau hakim yang menangani perkara pidana menghadapi persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis maka ia dapat meminta dokter dalam kapasitasnya sebagai ahli untuk menjelaskannya, sebab dokter memiliki ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk menjawabnya.




Membantu proses peradilan pada kasus-kasus pidana oleh dokter sebetulnya tidak kalah pentingnya dengan tugas-tugas kemanusiaan yang lain. Oleh sebab itulah pembuat undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) merasa perlu menetapkan berbagai macam kewajiban bagi setiap dokter yang diminta bantuannya sebagai ahli. Kewajiban tersebut terdiri atas :
1. Kewajiban melakukan pemeriksaan yang diminta
2. Kewajiban memberikan keterangan yang diperlukan
3. Kewajiban melaksanakan prosedur hukum yang diperlukan
Kewajiban melakukan pemeriksaan serta kewajiban memberikan keterangan dapat dilihat pada Pasal 120 KUHAP, yang bunyinya sebagai berikut:
1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat seorang ahli atau orang yang memiliki kesaksian khusus
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik bahwa ia akan member keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Selain itu dapat juga dilihat pada Pasal 179 ayat (1) KUHAP yang bunyinya:
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter yang ahli lainnya wajib memberikan keterangannya.

Ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang mengikat dokter, baik pada tingkat penyidikan, penyidikan tambahan maupun tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan, kecuali ada alasan yang syah menurut undang-undang bahwa yang bersangkutan boleh mengundurkan diri untuk tidak melaksanakannya. Alasan yang syah itu adalah alasan yang menyebabkan dokter tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri, yaitu:
1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Sebetulnya alasan yang disebutkan di atas itu diperuntukkan bagi saksi, namun karena ada pasal dalam KUHAP yang menyatakan bahwa semua ketentuan untuk saksi berlaku pula bagi ahli, maka alasan-alasan tersebut berlaku pula bagi dokter untuk mengundurkan diri dari kewajiban memberikan keterangan. Pasal tersebut adalah Pasal 179 ayat (2) KUHAP yang bunyinya:
Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Kendati demikian, berdasarkan Pasal 169 KUHAP mereka diperbolehkan untuk tetap memberikan keterangan di bawah sumpah/janji dengan syarat:
a) Mereka sendiri menghendakinya
b) Penuntut umum setuju
c) Terdakwa juga menyetujuinya

Tanpa persetujuan penuntut umum dan terdakwa, dokter hanya boleh memberikan keterangan tanpa sumpah/janji. Keterangan seperti ini tidak dapat berfungsi sebagai alat bukti atau dengan kata lain, tidak dapat dijadikan unsur pembentuk keyakinan hakim.

D. Prosedur permintaan dokter di TKP
Pada proses peradilan pidana, tugas yang paling utama dari penegak hukum adalah menemukan kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang sesungguhnya. Tugas yang demikian berat ini tidaklah mudah untuk dilaksanakan, sebab penyidik dan penuntut umum ataupun hakim tidak melihat dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana proses terjadinya serta siapa yang menjadi pelakunya. Lebih tidak mudah lagi jika korban tindak pidana meninggal dunia atau saksi yang seharusnya dapat membantu tidak ada sama sekali. Kalaupun korban masih hidup dan ada saksi, namun keterangan mereka sering tidak sebagaimana yang diharapkan. Korban sering mendramatisasi keterangannya agar pelakunya dihukum berat dan saksi juga sering berkata bohong demi tujuan tertentu. Kadang keterangan mereka saling bertentangan satu sama lain.
Sungguh pun demikian, masih beruntung bagi penegak hukum sebab hampir setiap tindak pidana meninggalkan barang bukti (trace evidence), yang apabila dianalisa secara ilmiah tidak mustahil dapat membuat terang perkara pidana tersebut. Hanya sayangnya, sebagai penegak hukum mereka tidak dibekali segala macam ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan untuk menganalisa secara ilmiah semua jenis barang bukti yang berhasil ditemukan. Oleh sebab itulah diperlukan bantuan para ahli. Dalam hal barang bukti itu berupa mayat, orang hidup , bagian tubuh manusia atau sesuatu yang berasal dari tubuh manusia maka ahli yang tepat adalah dokter. Alasannya karena disamping dapat melakukan berbagai macam pemeriksaan forensik, dokter juga menguasai ilmu anatomi, fisiologi, biologi, biokimiawi, patologi, psikiatri.
Bantuan dokter dalam melayani pemeriksaan korban diantaranya untuk pembuatan visum et repertum (hasil pemeriksaan di TKP disebut dengan visum et repertum TKP) , sebagai saksi ahli di sidang pengadilan, penentuan identitas jenazah yang sudah tidak utuh lagi (misalnya hanya tinggal tulang belulang), penentuan telah berapa lama luka terjadi atau telah berapa lama korban meninggal, penentuan sebab dan cara kematian korban tindak kekerasan dan kematian yang tidak wajar, tentang perkosaan, pemeriksaan korban keracunan dan lain-lain. Bantuan yang diminta dapat berupa pemeriksaan di TKP atau di Rumah Sakit. Dokter tersebut dalam pemeriksaan harus berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Pada dasarnya pelayanan visum et repertum, dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu : visum untuk orang hidup dan visum untuk orang yang telah meninggal. Yang terakhir ini disebut visum mayat atau visum jenazah (Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap). yaitu visum yang dibuat oleh dokter atas permintaan yang berwenang pada orang yang meninggal karena kekerasan, luka-luka, keracunan/diduga keracunan, kematian yang sebabnya mencurigakan dan lain-lain.
Jadi, bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana yang menyangkut nyawa manusia (mati), telah terjadi, maka pihak penyidik dapat minta bantuan dari dokter untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara tersebut ( dasar hukum : Pasal 120 KUHAP ; Pasal 133 KUHAP). Bila dokter menolak untuk datang ke tempat kejadian perkara, maka Pasal 224 KUHP, dapat dikenakan padanya. Sebelum dokter datang ke Tempat kejadian perkara, harus diingat beberapa hal, diantaranya siapa yang meminta datang ke TKP (otoritas), bagaimana permintaan tersebut sampai ke tangan dokter, dimana TKP, serta saat permintaan tersebut diajukan. Meminta informasi secara global tentang kasusnya,dengan demikian dokter dapat membuat persiapan seperlunya. Dan perlu diingat bahwa dokter dijemput dan diantar kembali oleh penyidik.


Jadi apa yang dimaksudkan diatas, dokter bila menerima permintaan harus mencatat :
1. Tanggal dan jam dokter menerima permintaan bantuan
2. Cara permintaan bantuan tersebut ( telpon atau lisan)
3. Nama penyidik yang minta bantuan
4. Jam saat dokter tiba di TKP
5. Alamat TKP dan macam tempatnya (misal : sawah, gudang, rumah dsb.)
6. Hasil pemeriksaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan setibanya di TKP
1. Tanggal dan waktu kedatangan;
2. Nama orang di tkp pada saat kedatangan;
3. Kondisi cuaca;
4. Kondisi pencahayaan pada malam hari
5. Apa yang terjadi - insiden;
6. Apa yang telah terjadi – aktivitas sejak insiden;
7. Petugas yang bertanggung jawab atas kasus;
8. Adegan penjagaan keamanan tkp;
9. Bantuan yang diberikan di lokasi dan sumber daya lain yang sudah diminta.
Pejabat yang berhak mengajukan Permintaan diantaranya adalah penyidik, penyidik pembantu, hakim. Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan :
1. Penyelidikan
Dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP, dinyatakan penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan suatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelangaran tindak pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana. Terlihat penyelidikan merupakan tindakan atau tahap permulaan dari proses selanjutnya, yaitu penyidikan. Meskipun penyelidikan merupakan proses yang berdiri sendiri, penyelidikan tidak bisa dipisahkan dari proses penyidikan.

2. Penyidikan
Tahapan selanjutnya setelah penyelidikan adalah tahapan penyidikan. Pasal 1 butir 1 dan 2 KUHAP menjelaskan, penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.Terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan suatu tindak pidana, dapat diketahui oleh penyidik dengan berbagai cara, mengetahui sendiri, atau menerima laporan atau pengaduan dari seseorang.
Adapun yang termasuk dalam kategori penyidik menurut Pasal 6 ayat (1) KUHAP jo PP27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua. Sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua. Dalam PP yang sama disebutkan bahwa bila penyidik tersebut adalah pegawai negeri sipil, maka kepangkatannya adalah serendah-rendahnya golongan II/B untuk penyidik dan II/A untuk penyidik pembantu. Bila di suatu Kepolisian Sektor yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua dikatagorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya (PP 27 tahun 1983 Pasal 2 ayat (2)).

E. Peranan Dokter di TKP
Kehadiran dokter di TKP sangat diperlukan oleh penyidik. Peranan dokter di TKP adalah membantu penyidik dalam mengungkapkan kasus dari kedokteran forensik. Pada dasarnya semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun dengan perkembangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir.
Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti kententuan yang berlaku umum pada penyidikan di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP. Semua benda bukti di TKP yang ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah sebelumnya diamankan sesuai prosedur.
Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikan dengan penyidik dengan memperkirakan terjadinya peristiwa dan merencanakan langkah penyidikan lebih lanjut.
Bila perlu dokter dapat melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan gambaran riwayat medis korban.
Adapun tindakan yang dapat dikerjakan dokter adalah:
1. Menentukan apakah korban masih hidup atau telah tewas, bila masih hidup upaya terutama ditujukan untuk menolong jiwanya. Hal yng berkaitan dengan kejahatan dapat ditunda untuk sementara.
2. Bila korban telah tewas tentukan perkiraan saat kematian, dari penurunan suhu, lebam mayat, kaku mayat, dan perubahan post mortal lainnya; perkiraan saat kematian berkaitan dengan alibi daripada tersangka.
3. Menentukan identitas atau jati diri korban baik secara visual, pakaian, perhiasan, dokumen, dokumen medis dan dari gigi, pemeriksaan serologi, sidik jari. Jati diri korban dibutuhkan untuk memulai penyidikan, oleh karena biasanya ada korelasi antara korban dengan pelaku. Pelaku umumnya telah mengetahui siapa korbannya.
4. Menentukan jenis luka dan jenis kekerasan, jenis luka dan jenis kekerasan dapat memberikan informasi perihal alat atau senjata yang dipakai serta perkiraaan proses terjadinya kejahatan tersebut dimana berguna dalam interogasi dan rekonstruksi. Dengan diketahui jenis senjata, pihak penyidik dapat melakukan pencarian secara lebih terarah.
5. Membuat sketsa keadaan di TKP secara sederhana dan dapat memberikan gambaran posisi korban dikaitkan dengan situasi yang terdapat di TKP.
6. Mencari, mengumpulkan, dan menyelamatkan barang-barang bukti (trace evidence) yang ada kaitannnya dengan korban, bagi kepentingan pemeriksaan selanjutnya. Hal ini juga penting, sebab semakin banyak barang bukti ditemukan, termasuk barang bukti medik, akan semakin mempermudah penegak hukum membuat terang perkara pidana. Barang bukti medik tersebut harus diselamatkan dari kerusakan dan dokter memang memiliki kemampuan untuk itu.

Gb.2. Identifikasi Teroris Wonosobo 2006
Sumber : Arsip Kuliah Forensik dr.S.Hastry P.,SpF


F. Tujuan Bantuan Dokter di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Pemeriksaan dokter di TKP atas diri korban, bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat dalam waktu singkat dan melakukan beberapa tes lapangan yang berguna bagi pihak penyidik agar ia dapat melakukan strategi serta langkah yang tepat untuk dapat membuat jelas dan terang suatu perkara pidana yang menyangkut tubuh manusia.
Bantuan dokter di TKP adalah melakukan pemeriksaan yaitu berupa pemeriksaan korban, dan pengolahan TKP, yang meliputi pengamanan TKP, pembuatan sketsa dan pemotretan, dan pengumpulan barang bukti.

G. Pembahasan Kasus
Malam hari tanggal 12 Oktober 2002, sebuah bom berkekuatan besar meledak di kawasan wisata Legian, Kuta, Bali. Bom tersebut meluluh-lantakkan dua buah café yang penuh sesak dengan turis baik domestik maupun asing. Banyak dari korban meninggal dalam keadaan tidak utuh lagi, banyak yang berupa potongan tubuh, hingga ada yang terbakar habis.
Masalah : Bantuan apa yang dapat diberikan oleh dokter di TKP?
Penyidik dalam hal ini polisi dan dokter puslabfor tentunya, segera bertindak cepat, dengan cara mengumpulkan korban dan barang bukti yang ada. Setelah mendapatkan data dari jumlah pengunjung di kedua kafe pada saat kejadian, dokter dibantu polisi memulai suatu proses untuk menyatukan potongan-potongan tubuh, sekaligus juga mengidentifikasi masing-masing korban, nama hingga kewarganegaraan. Pemeriksaan yang dilakukan dokter puslabfor antara lain adalah :
Pemeriksaan Tulang
Pemeriksaan tulang berguna dalam proses identifikasi, antara lain:
a. Menentukan jenis kelamin
b. Menentukan umur
c. Menentukan tinggi badan
d. Pemeriksaan Gigi
e. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah merupakan pemeriksaan penting dari pemeriksaan biasa yang dilakukan pada kasus forensik. Kadang kala sampel merupakan sampel segar ataupun dengan tambahan pengawet terutama pada kasus kriminal. Lebih sering lagi sample di kirim ke laboratorium berupa darah kering atau bercak kecolatan yang terdapat pada senjata, pakaian atau objek lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan untuk membedakan:
1. Apakah bercak tersebut darah.
2. Jika darah, apakah darah tersebut merupakan darah hewan atau manusia.
3. Jika darah manusia, apakah golongan darah manusia tersebut. Metode yang dilakukan pada bercak tersebut dengan inspeksi, pemeriksaan mikroskopis, analisis kimia, spektroskopis investigasi dan tes serologi.


Gb.12. Bom Bali I
Sumber : http://www.geocities.com/arabracismandislamicjihad/

1 komentar:

  1. TFT TFT TFT TFT - TTS - Classic TFT | TTS | TIPS
    TFT TFT TFT TFT TFT TFT TFT - TTS | TIPS | TIPS | TIPS | titanium stronger than steel TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS pure titanium earrings | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS titanium teeth k9 | TIPS | titanium hip TIPS | how to get titanium white octane TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS | TIPS.

    BalasHapus